Guideku.com - Menjadi destinasi idaman para wisatawan, masyarakat Bali tampaknya tidak kemudian meninggalkan tata cara adat dan budaya asli Pulau Dewata.
Meskipun di Bali telah banyak berdiri hotel dan pusat perbelanjaan, ternyata Bali masih memiliki beberapa wilayah pedesaan yang menjujung tinggi adat istiadat setempat. Salah satunya penduduk yang ada di Desa Tenganan.
Meskipun Desa Tenganan telah menerima sarana listrik, penduduk desa ini masih bertahan dan melakukan aktivitas berdasarkan peraturan adat desa yang biasa dikenal dengan sebutan awig-awig.
Baca Juga: Rumah Paris Bed and Breakfast, Penginapan Unik ala Eropa di Yogya
Mulai dari bentuk pekarangan rumah, tata letak bangunan sampai dengan pembangunan pura dibuat berdasarkan aturan adat yang secara turun-temurun dipertahankan oleh penduduk Desa Tenganan.
Salah satu adat yang masih dipertahankan oleh masyarakat Desa Tenganan yaitu tradisi Ayunan dan Mekare-kare (Perang Pandan).
Tradisi ini rutin diselenggarakan oleh penduduk asli Tenganan pada bulan Mei atau Juni yang bertepatan dengan bulan ke-5 kalender Tenganan.
Baca Juga: 7 Hotel Instagramable Bandung Dekat Bandara
Kedua tradisi ini dilakukan sebagai simbol kedewasaan dari para remaja Desa Tenganan.
Tradisi Mekare-kare (Perang Pandan) dilakukan oleh remaja laki-laki Desa Tenganan. Perang Pandan dilakukan sebagai bentuk penghormatan penduduk Desa Tenganan kepada Dewa Perang.
Kalau remaja laki-laki Desa Tenganan melakukan Perang Pandan, remaja perempuan di desa ini melakukan tradisi Ayunan.
Baca Juga: 7 Private Pool Villa di Bali yang Bisa Kamu Pesan Sekarang Juga!
Tradisi Ayunan dilaksanakan setelah Perang Pandan Selesai, dimana 8 remaja Desa Tenganan duduk di atas ayunan raksasa mengenakan kain tradisional Bali.
Kedelapan remaja perempuan dalam tradisi Ayunan ini sering disebut dengan daha.
Daha yang duduk di ayunan raksasa tersebut kemudian akan berputar ke atas dan ke bawah. Ayunan raksasa ini digerakkan oleh sejumlah pemuda Desa Tenganan.
Baca Juga: 5 Waterpark Murah di Bali, Cocok untuk Wisata Keluarga
Tradisi ini memiliki filosofi kehidupan yang terus berputar bagaikan ayunan, terkadang di atas dan terkadang ada di bawah.
Keseluruhan rangkaian tradisi ini biasa disebut masyarakat setempat sebagai upacara Usabha Sambah, dimana upacara ini dilakukan sebagai wujud permohonan keselamatan Desa Tenganan kepada Tuhan.