Menyisir Gang Sempit Demi Cicipi Kelezatan Mangut Lele Mbah Marto

Dari Indro warkop hingga almarhum Bondan Winarno pernah kesini gaes.

Dany Garjito | Aditya Prasanda
Rabu, 24 Oktober 2018 | 19:00 WIB
Mangut Lele Mbah Marto (Guideku.com/Adit)

Mangut Lele Mbah Marto (Guideku.com/Adit)

Guideku.com - Matahari belum tepat di atas kepala saat tim Guideku.com menyisir jalanan Yogyakarta demi menuntaskan rasa penasaran kami, memecahkan mitos soal kelezatan Mangut Lele Mbah Marto nan melegenda.

Menyisir perjalanan ke sana, kami membelah ring road selatan, melewati jalur lurus, melintasi perpustakaan dan rektorat Institut Seni Indonesia, jauh ke dalam hingga menemukan ujung jalan yang terbelah dua.

Dari arah utara, kami kemudian memilih jalan ke arah kanan. Lantas tak jauh dari jalan masuk, kami menanyakan rute menuju kediaman Mbah Marto pada seorang warga setempat.

Baca Juga: Dahulu Berbahaya, Kini Okunoshima Dihuni Ratusan Kelinci

Mangut Lele Mbah Marto nan legendaris itu memang dijual di kediaman Mbah Marto sendiri, di tempat ia hidup, menghabiskan waktu bersama anak dan cucunya. Bahkan konon, kita dapat memilih varian makanan langsung di dapurnya.

Dari masjid, kami menyisir jalan sedikit ke arah barat, mentok lalu berbelok ke arah kiri, hingga menemukan gang pertama di sebelah kanan. Dari luar gang, tulisan Mangut Lele Gudeg terpampang begitu jelas. Tepat di sebelah warung tersebut, Mangut Lele Mbah Marto berada dengan plang berwarna hijau tua nan fotogenik.

Plang kediaman sekaligus dapur Mbah Marto

Baca Juga: Bill Gates Hingga Messi, Intip 7 Menu Sarapan Tokoh Besar Dunia

Mangut Lele Mbah Marto (Guideku.com/Adit)
Mangut Lele Mbah Marto (Guideku.com/Adit)

 

Kediaman Mbah Marto 

Mangut Lele Mbah Marto (Guideku.com/Adit)
Mangut Lele Mbah Marto (Guideku.com/Adit)

 

Baca Juga: Beli Roket, Miliarder Jepang Ajak Artis Traveling ke Bulan

Begitu kami memarkir motor di area depan warung, seorang pria yang belakangan kami tahu merupakan cucu Mbah Marto, mempersilahkan kami secara langsung memasuki area pawon (dapur) untuk mengambil makanan.

Dan seperti inilah keluarga Mbah Marto menjamu para pelanggan di kediamannya. Mudah kita merasa diperlakukan bak saudara jauh yang tengah bertandang ke rumah nenek.

Ada dua tempat perlintasan menuju ruang peracik ladang emas keluarga Mbah Marto ini, yakni dengan melewati bagian samping rumah atau melintasi ruang tengah yang menjajakan deret kursi panjang untuk para pengunjung, persis yang kami sisiri. Sementara dapur Mbah Marto berada di belakang, tepat di depan sumur.

Baca Juga: Potret Cantiknya Gunung Fuji dari 4 Danau di Jepang

Sebelum kami memasuki area dapur, asap kayu bakar dan aroma masakan begitu kuat menyelinap ke seisi ruangan.

Dan benar saja, begitu menginjakkan kaki di dapur, kami menyaksikan ruang masak tradisional dengan kuali-kuali berukuran besar, berderet di atas tungku kayu perapian.

Di dapur, asap-asap menyembul berkelindan dengan aroma masakan nan lezat.

Mangut Lele Mbah Marto (Guideku.com/Adit)
Mangut Lele Mbah Marto (Guideku.com/Adit)

 

Dinding-dindingnya, bata telanjang yang tak dilapisi semen, tampak hitam legam dihinggapi jelaga asap.

Beberapa ibu tampak begitu sibuk dengan tugas masing-masing, seorang dari mereka menumbuk cabai, ada pula yang mengangkut kayu bakar dan meracik bahan dapur lain, sementara satu di antaranya begitu ulet merakit alas bungkusan nasi yang terbuat dari daun pisang.

Dan sang legenda, Mbah Marto, yang tahun ini genap berusia 105 tahun, duduk di kursi panjang. Badannya tampak ringkih namun ia masih jeli mengupas bawang merah.

Mangut Lele Mbah Marto (Guideku.com/Adit)
Mangut Lele Mbah Marto (Guideku.com/Adit)

 

Seperti pengunjung lainnya, kami dipersilahkan mengambil nasi dan lauk secara mandiri.

Di hadapan kami, mangut lele dijajakan dalam baskom besar, berjejalan bersama cabai merah yang tampak begitu menggoda dan menyala.

Di sampingnya, baskom nasi hangat ditutup kain. Saat dibuka, aroma nasi hangat mengepul seketika, mengisyaratkan betapa menu wajib ini merupakan teman tanding yang layak mengimbangi kedahsyatan mangut lele asap Mbah Marto nan legendaris.

Tak hanya mangut lele, baskom-baskom lain berderet di kursi panjang, di antaranya berisi opor tahu dan ayam kampung, sambel krecek, gudeg, garang asem, serta oseng-oseng daun pepaya.

Beruntung kami tak sesat pikir menghadapi menu seabrek di hadapan. Sebab tujuan kami jelas, harapan kami hanya satu, maka tanpa pikir panjang, sendok kami ayunkan, dan piring dengan cepat terisi dengan nasi hangat dan lele asap.

Ya, nasi dan lele asap, tanpa sayur dan pernak pernik lain. Sebab kami ingin merasakan betul hakikat kenikmatan menu legendaris ini.

Mangut Lele Mbah Marto (Guideku.com/Adit)
Mangut Lele Mbah Marto (Guideku.com/Adit)

 

Mangut lele asap Mbah Marto menanti untuk disantap

Mangut Lele Mbah Marto (Guideku.com/Adit)
Mangut Lele Mbah Marto (Guideku.com/Adit)

 

Pilihan sudah ditetapkan, kami lantas beringsut ke luar dapur, segera memetakan tempat duduk di ruang depan, berharap semilir angin cukup mengobati sesak dan gerah akibat hawa dapur yang begitu panas.

Bersama segelas es teh dan kerupuk putih, kami siap menyantap mangut lele asap Mbah Marto dengan segala mitos tentang kelezatannya nan paripurna.

Di antara tumpukan cabai merah, lele asap berukuran besar ini memiliki aroma smoky yang begitu khas.

Bahkan kelak, dua jam setelah melumat habis masakan ini, kami masih dapat mengingat detil cita rasa lele asap tersebut.

Secara perlahan, daging ikan lele kami dedah. Suap demi suap kami hayati, sungguh bumbu cabai dan rempahnya begitu meresap hingga daging dan tulang terdalam.

Di antara daging lele, kami menemukan pelepah kelapa, ditusukkan melintang di sekujur tubuh lele. Pelepah ini difungsikan agar saat lele diasapi dan dimasak, tubuh lele tetap terjaga lurus, tanpa harus menginsut.

Mangut Lele Mbah Marto (Guideku.com/Adit)
Mangut Lele Mbah Marto (Guideku.com/Adit)

 

Tak butuh waktu lama bagi kami menyantap habis lele asap dan nasi hangatnya yang begitu sempurna.

Bahkan kelezatannya membuat kami bernyali menambah satu lele asap lagi untuk menyelesaikan dua porsi nasi dalam satu piring.

''Gila, ini lebih dari sekadar lezat!'', kami bergumam dalam hati.

Tak terasa bilur keringat membasahi kulit kepala, lidah pun masih terasa panas akibat sengatan cabai merah yang membara.

Sambil mengusap keringat dan mengipasi diri sendiri, kami menghabiskan es teh secara perlahan.

Tiba-tiba saja, seorang wanita tua dengan batik merah yang kedodoran menghampiri meja kami.

Ia berjalan membungkuk dan di wajahnya, bilur air cuci muka tampak belum benar-benar kering.

Dengan bahasa Jawa halus krama, dan tanpa menanyakan siapa dan dari mana kami, ia bergumam:

''Sebenarnya anak-anak tidak mengizinkan mbah berjualan karena sudah tua. Mereka menyarankan mbah beristirahat,'' ujarnya.

Persis kedatangannya yang tanpa aba-aba, wanita tua itu kemudian berjalan meninggalkan kami dengan seutas senyum simpul khas manusia yang bertahun-tahun ditempa zaman, dan belakangan kami menyadari wanita tua itu, sang legenda sendiri, Mbah Marto.

Ia kemudian menyisir jalan menuju bagian samping rumah, kembali ke dapur, lantas masuk ke kamarnya, hendak beristirahat tampaknya.

Makanan telah habis kami santap, tim Guideku.com pun kembali ke area dapur.

Sebab usia memakan kemampuan indera pendengaran Mbah Marto, kami maklum dan cukup melanjutkan perbincangan dengan salah seorang anggota tim dapur Mbah Marto.

Mangut Lele Mbah Marto (Guideku.com/Adit)
Mangut Lele Mbah Marto (Guideku.com/Adit)

 

Di hadapan kami, Mbak Jiyok, ia mengaku sudah 4 tahun bekerja di sini. Sambil tersipu malu, ia menyebut dirinya masih begitu baru bekerja di dapur legendaris Mbah Marto.

Alasannya pun kuat, mengingat Mbah Marto telah menggeluti usahanya sejak tahun 1938 saat masih berusia 25 tahun, jelas saja masa bakti Mbak Jiyok masih begitu ranum.

Bahkan tahun 2018 ini Mbah Marto terhitung telah berjualan mangut lele selama kurang lebih 80 tahun.

Keputusannya berjualan di kediaman sendiri dimulai sekitar tahun 1989, saat dirinya tak lagi sanggup mengayuh sepeda menjajakan makanan di sekitar Pasar Beringharjo dan Alun-alun.

Sebab dahulu ia berjualan secara Ngeneng (memikul dagangan dengan berkeliling) dahulu pelanggan setianya juga menasbihkan panggilan sayang wanita ramah senyum tersebut sebagai 'Mbah Marto Ngeneng'.

''Dulunya jualan ngider (keliling), sekarang pas udah tua dan nggak bisa jalan, akhirnya si mbah milih jualan di rumah,'' ujar Mbak Jiyok.

Masakannya yang lezat, membuat para pelanggan setianya rela menembus Sewon, menyisir jalanan yang berdampingan dengan Institut Seni Indonesia, Yogyakarta dan berada di gang sempit pemukiman Dusun Nengahan, demi mencicipi kelezatan mangut lele asap racikan Mbah Marto.

Tak heran banyak tokoh besar, dari seniman, budayawan, selebritis hingga pejabat negara pernah berkunjung kesini demi menuntaskan penasaran dengan maha karya cipta rasa sang legenda.

Untuk menjawab kebutuhan para penikmat masakannya pun Mbah Marto membutuhkan sekitar 20 hingga 30 kilogram lele setiap harinya. Serta 1 kilogram bawang putih, merica, cabe merah dan bermacam rempah yang digunakan untuk beragam varian menu.

''Kadang 30 kilogram, kadang 20 kilogram lele, mas. Tergantung rezekinya,'' papar Mbak Jiyok.

Mangut Lele Mbah Marto (Guideku.com/Adit)
Mangut Lele Mbah Marto (Guideku.com/Adit)

 

Selama bertahun-tahun pula, setelah salat subuh atau sekitar pukul 05.00 WIB, Mbah Marto dan anak-anaknya rutin mengolah bahan masakan.

Beruntung, mereka tak lagi perlu ke pasar untuk mencari bahan masakan, sebab setiap harinya, para produsen daging ayam, lele dan bahan makanan akan mengantarkan langsung ke kediaman Mbah Marto.

Menyoal mangut lele, dari Mbak Jiyok, kami mengetahui proses pengolahan mangut lele asap ternyata membutuhkan total waktu sekitar tiga jam.

''Biasanya proses pengasapan selama dua jam, lalu dimasak selama satu jam,'' ungkap Mbak Jiyok.

Dari Indro warkop hingga almarhum Bondan Winarno pernah kesini gaes

Mangut Lele Mbah Marto (Guideku.com/Adit)
Mangut Lele Mbah Marto (Guideku.com/Adit)

 

Mangut Lele Mbah Marto (Guideku.com/Adit)
Mangut Lele Mbah Marto (Guideku.com/Adit)

 

Mangut Lele Mbah Marto (Guideku.com/Adit)
Mangut Lele Mbah Marto (Guideku.com/Adit)

 

Di usia senjanya, Mbah Marto begitu beruntung sebab warisannya nan melegenda tetap dilestarikan keturunannya.

Hari ini, di tengah gempuran zaman, kita masih dapat menikmati kelezatan Mangut Lele Mbah Marto nan menakjubkan.

Berita Terkait TERKINI
Rasa keju gurih yang kuat dari kue ini membuat kastengel menjadi favorit banyak orang, terutama untuk menyambut Idul Fit...
food | 11:00 WIB
Tak harus jauh-jauh ke Solo, bikin es teh kampul sendiri di rumah, yuk!...
food | 11:40 WIB
Supaya hidangan opor ayam tidak cepat basi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan....
food | 12:20 WIB
Coba bikin spaghetti yang lezat di rumah, yuk!...
food | 14:37 WIB
Mulai dari aneka kolak hingga gorengan, berikut deretan ide menu takjil Ramadan....
food | 15:52 WIB
Simak resep ayam kukus jahe di bawah ini!...
food | 15:29 WIB
Berikut resep kimbap sederhana yang bisa jadi pilihan menu buka puasa....
food | 11:26 WIB
Berbuka puasa hendaknya tidak hanya dengan minuman yang menyegarkan, tetapi juga tetap sehat....
food | 10:34 WIB
Mitos atau fakta? Benarkan nasi beku lebih sehat untuk dikonsumsi penderita diabetes?...
food | 17:17 WIB
Berikut resep dan cara membuat makanan khas Thailand, mango sticy rice....
food | 14:22 WIB
Tampilkan lebih banyak