Serangan Israel ke Gaza. (Dok. X)
Guideku.com - Kabar duka datang dari Gaza. Salah satu dokter paling berdedikasi di wilayah itu, dr. Marwan Al Sultan, meninggal dunia dalam serangan udara Israel. Yang bikin makin pilu, beliau juga kehilangan istri dan anak-anaknya dalam insiden yang terjadi Rabu (2/7/2025) lalu.
Dr. Marwan bukan sosok biasa. Beliau adalah Direktur Rumah Sakit Indonesia di Gaza, sekaligus ahli jantung senior yang dikenal luas karena kerja kerasnya di tengah situasi serba darurat.
Simbol Harapan di Tengah Kekacauan
Baca Juga: 5 Rekomendasi iPhone Murah yang Masih Worth It di 2025, Mulai 1 Jutaan Aja!
Bayangin deh, di saat banyak orang lari nyelamatin diri, dr. Marwan justru tetap memilih bertahan di Gaza buat bantu korban perang. Bahkan setelah RS Indonesia dievakuasi pada Desember 2024, dia masih ngotot kembali ke garis depan saat ada gencatan senjata di Januari 2025.
Dia nggak cuma jadi dokter. Beliau jadi suara bagi warga Palestina, rutin kasih laporan ke media internasional soal kondisi di lapangan, dan terus minta perlindungan buat tim medis yang kerja tanpa henti.
Bukan Sekadar Dokter
Baca Juga: Indonesia Nomor 2 Negara Paling Nggak Jujur Secara Akademis? Rocky Gerung Singgung Jokowi & Bahlil
Organisasi kemanusiaan MER-C Indonesia menyebut hari kematian dr. Marwan sebagai “hari berkabung untuk seluruh umat manusia.” Menurut mereka, ini bukan cuma soal satu nyawa yang hilang, tapi juga pukulan besar buat dunia medis dan kemanusiaan.
"Kami menolak untuk tetap diam," tegas MER-C.
Dr. Marwan adalah salah satu dari dua ahli jantung terakhir yang tersisa di Gaza. Kepergiannya bikin ribuan pasien jantung kehilangan harapan. Bahkan Direktur RS Al-Shifa di Gaza, dr. Mohammed Abu Selmia, bilang:
Baca Juga: 10 Negara dengan Miliarder Terbanyak, Indonesia Masuk Gak Ya?
"Dia tidak bisa digantikan."
Bukan cuma dr. Marwan yang jadi korban. Menurut laporan Guardian dan organisasi Healthcare Workers Watch (HWW), dalam 50 hari terakhir saja setidaknya 70 tenaga medis di Gaza tewas akibat serangan Israel. Mulai dari dokter, perawat, bidan senior, sampai paramedis muda yang baru lulus.
Serangan Nggak Pandang Tempat
Baca Juga: Mau Bebas Utang Sebelum Umur 35? Ini 10 Cara Cerdas Buat Capai Kebebasan Finansial
Yang bikin miris, sebagian besar mereka tewas saat lagi kerja atau sedang berlindung bersama keluarganya. Di Hari Raya Idul Fitri 6 Juni kemarin aja, 9 tenaga medis gugur dalam sehari.
Salah satu kisah paling menyayat datang dari Fares Afana, pimpinan layanan ambulans Gaza utara, yang harus kehilangan anaknya sendiri, Bara’a—seorang paramedis muda—karena gedung tempat dia merawat korban diserang dua kali.
“Kalau dunia bereaksi sejak petugas medis pertama jadi korban, mungkin serangan-serangan selanjutnya gak bakal terjadi,” ujar Fares.
Menurut data PBB, lebih dari 1.400 tenaga medis sudah gugur sejak konflik Gaza pecah Oktober 2023. Dan belum ada tanda-tanda agresi ini bakal berhenti.
Buat banyak orang, mungkin nama dr. Marwan sebelumnya terdengar asing. Tapi di Gaza, dia adalah simbol harapan, keberanian, dan kemanusiaan. Orang yang tetap berdiri tegak saat semuanya runtuh.
Kita Bisa Apa?
Mungkin kita nggak bisa langsung bantu di lapangan. Tapi setidaknya, kita bisa buka mata dan hati, aware bahwa tragedi kayak gini masih terus terjadi. Bukan di film perang, tapi di dunia nyata.
Kematian dr. Marwan adalah pengingat bahwa di balik statistik korban perang, ada manusia—punya keluarga, mimpi, dan dedikasi tulus.
“Satu-satunya kesalahan dia adalah jadi dokter,” ucap seorang koleganya.
Dan dunia kehilangan salah satu yang terbaik.