Guideku.com - Kabupaten Majalengka, yang terletak di Provinsi Jawa Barat, memiliki sejarah yang panjang dan kisah asal usul yang menarik.
Dikenal sebagai Kota Angin, nama ini memiliki beberapa versi asal-usul Majalengka yang menarik untuk dijelajahi yang ternyata tidak terkait dengan julukannya, melainkan sebuah buah bernama maja.
Menurut satu versi, disebutkan bahwa nama Majalengka berasal dari kisah Kerajaan Panyidagan yang kehilangan buah maja.
Baca Juga: Kampung Terkecil di Dunia Ada di Indonesia, Bisa Jadi Opsi Destinasi Wisata
Ratu Sindang Kasih, pemimpin bijaksana Kerajaan Panyidagan, menolak memberikan buah maja kepada Pangeran Muhammad, yang datang mencarinya untuk menyembuhkan penyakit rakyatnya.
Akibatnya, seluruh buah maja lenyap, dan istana beserta penghuninya menghilang, menciptakan frasa "majae langka" (buah maja hilang) yang menjadi asal nama Majalengka.
Versi lain menyebut Asal usul nama "Majalengka" berasal dari dua kata dalam bahasa Cirebon, "maja" dan "langka."
Baca Juga: Punya Nama Horor, Pesona Leuwi Jurig Garut: Lokasi, Fasilitas, dan HTM
Hal ini terkait dengan peristiwa pembabatan pohon maja oleh Nyi Rambut Kasih.
Menurut legenda, Rambut Kasih, ratu Kerajaan Sindangkasih, marah terhadap orang Cirebon yang mencari buah maja untuk obat-obatan.
Inilah awal mula munculnya nama Majalengka.
Pada abad ke-16, Majalengka menjadi bagian dari Kesultanan Cirebon, dengan salah satu raja Cirebon, Prabu Geusan Ulun, mendirikan Kerajaan Talaga pada 1579.
Kerajaan ini berperan penting dalam penyebaran agama Islam di Jawa Barat dan memberikan kontribusi berarti bagi keberlanjutan agama tersebut hingga saat ini.
Namun, pada 1677, Kerajaan Talaga ditaklukkan oleh VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), yang dipimpin oleh Rijcklof van Goens.
Sejak itu, Majalengka menjadi bagian dari Hindia Belanda, mengalami perubahan administrasi, dan terlibat dalam pergerakan nasional untuk kemerdekaan Indonesia pada awal abad ke-20.
Tokoh-tokoh pergerakan nasional seperti KH Zaenal Mustofa, KH Abdul Halim, KH Ahmad Sanusi, dan KH Abdul Fatah Hasan berasal dari Majalengka dan aktif dalam organisasi-organisasi seperti Sarekat Islam, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pada masa pendudukan Jepang (1942), Majalengka merasakan dampak kebijakan-kebijakan represif dan eksploitatif.
Namun, sejak memasuki masa kemerdekaan, Majalengka menjadi wilayah yang maju di Jawa Barat.
Dengan sejarah yang kaya dan kompleks, Majalengka terus menjadi bagian integral dari warisan budaya dan sejarah Jawa Barat.
Kabupaten dengan luas wilayah sekitar 1.204 km persegi, 26 kecamatan, dan 281 desa ini terus berkembang sebagai potret hidup dari masa lalu yang beragam dan makmur.